So Far And Still So Close
Kita nggak akan pernah tau apa yang akan menunggu di depan kita. Di satu sisi, aku benci banget keadaan ini karena aku nggak pernah bisa merencanakan apapun (karena rencana hanyalah rencana, and God will do the rest), tapi di sisi lain, i kinda like it karena hanya bisa terkejut dan tertawa bahwa ternyata God has sense of humour.
Apa sih ini, aku juga nggak tau mau nulis apa. Terlalu banyak yang mo keluar di otak, malah bingung mana yang mo dikeluarin duluan. Alhasil, malah diare. Heuu.. Yeaaa, agak memalukan penyakitku kali ini. Masuk angin + maag + diare = Paket komplit. Dan, hasilnya, aku malah duduk di sini and do nothing except writing.
He's completely new 'old' face. Maksudnya, muka baru di lingkungan lama. Lucu kalo diinget-inget bagaimana dunia berputar di sekeliling kita selama ini, and we never really 'see' each other.
Bagaimana dunia mempermainkan kita dalam 'satu boks' dan memberi sekat tipis di antara kita jadi kita sama-sama nggak saling melihat satu sama lain, padahal SD-SMP kita tetanggaan, dia kenal beberapa teman-teman SD-SMP ku (beberapa bahkan tetangga-an 'tinggal-ngesot' sama dia), dia sangat tau seluk-beluk SMA ku (karena kakak, dan kedua adiknya juga sekolah di tempat yang sama denganku, bahkan sahabatnya juga), dan nggak cuma itu, dia juga punya ex di tempat kuliahku (okay, let's face it). Dan yaa, kita jadi salah satu 'korban' universe's jokes.
Mungkin, bagi yang kenal aku dengan baik, pasti kaget. Gara-gara aku kok secara mendadak dan mengejutkan tiba-tiba bisa suka sama 'cowok'. Wait, i'm not lesbian. I'm fully straight. And I do like boys. Tapi, kalo udah berurusan sama 'hati', nggak tau kenapa, aku bisa jadi takut setengah mati. Kalo udah takut begini, boro-boro melanjutkan hubungan, yang ada aku malah kabur. Beberapa orang bilang aku suka mempermainkan perasaan orang.
Tapi bukan. Aku justru mempermainkan perasaanku sendiri. Dan aku juga benci itu.
Ekstrimnya, bahkan salah satu senior paskibraku dengan berlebihannya menanggapi keputusanku kali ini untuk getting closer with this-new-guy dengan kata-kata, "Wahh hebat juga si R**, pake pelet apa dia kok bisa bikin kamu tiba-tiba berani sama cowok?" Sialan.
Aku juga nggak tau kenapa bisa begini. Kenapa bisa jadi seperti sekarang. Kenapa bisa 'sedalem' ini dalam tempo yang 'sesingkat' ini. And guess what, semuanya tuh awalnya pake feeling. Semuanya. Heboh. Dan justru aku jadi takut kenapa aku nggak takut. Bagi yang bertanya-tanya gimana awal ketemunya, I can't explain. Pasti banyak prejudice, dan aku nggak mau kalo itu menyangkut dia. Kalo aku doang sih nggak apa-apa. Udah biasa.
Let me explain how I feel.
Kadang aku sedih banget kalo dia lagi marahin aku, tapi sekaligus seneng dan takut. Senengnya karena ada yang perhatian, sedihnya karena aku bikin dia marah, takutnya karena omongan dia yang marah jadi omongan terakhir yang paling ku ingat tentang dia. (Karena kita jauh, kadang aku takut ada apa-apa. Dan ketika terjadi apa-apa, aku nggak mau banget ingatan terakhirku tentang dia adalah pada saat dia marah sama aku)
Kalo ngeliat bulan di atas sana. Aku jadi suka mikir yang aneh-aneh, tapi takut disuruh keramas, jadi aku nggak pernah ngomong ini ke dia. Biar kita jauh, anehnya, bulan di langit yang kita lihat tuh bentuknya sama, cahayanya sama, gedenya sama. Hal ini bikin aku merinding sekaligus mikir, how close we are.
Aku nggak pernah nuntut apa-apa dari dia. He's far from perfection, and neither do I. Dan aku justru sangat suka ketidak-sempurnaannya itu. Padahal pengalamanku yang dulu-dulu, aku selalu melihat kekurangan orang-orang yang mendekatiku. Dan hal itu yang bikin aku jadi nggak pernah dewasa. Padahal kalo dipikir-pikir, dia yang terjauh, tapi beneran nggak pernah ada kata-kata 'seharusnya..'
Dan aku gampang ilfil. Dilarang dikit, ilfil. Dimarahin dikit, nggak terima. Di-agresif-in dikit, ngibrit. Digombalin dikit, jijay (dan ngibrit juga kemudian). Macem-macemlah. And he did it all. Dan aku nggak ilfil. Beneran pake pelet nih, hihi..
Dan dia bener-bener jahat. Karena udah bikin aku addicted. He's my real heroine. Haha, keramas!
Oia, keramas itu kata-kata yang kita pake kalo konteksnya gombal. Gombal lalu kita plesetan jadi gimbal. Makanya biar nggak gimbal, keramas dulu.. Hehe.
Aku nggak tau kenapa jadi ngomongin ini. Nggak tau juga tujuan nulis ini untuk apa. Jadi lebih baik diakhiri sebelum makin gimbal kayak penyanyi reggae. Haha!
Today's Soundtrack: So Close - Alan Menken (ost. Enchanted)
Fave Part:
Chao,
Ney
Read more »
Apa sih ini, aku juga nggak tau mau nulis apa. Terlalu banyak yang mo keluar di otak, malah bingung mana yang mo dikeluarin duluan. Alhasil, malah diare. Heuu.. Yeaaa, agak memalukan penyakitku kali ini. Masuk angin + maag + diare = Paket komplit. Dan, hasilnya, aku malah duduk di sini and do nothing except writing.
He's completely new 'old' face. Maksudnya, muka baru di lingkungan lama. Lucu kalo diinget-inget bagaimana dunia berputar di sekeliling kita selama ini, and we never really 'see' each other.
Bagaimana dunia mempermainkan kita dalam 'satu boks' dan memberi sekat tipis di antara kita jadi kita sama-sama nggak saling melihat satu sama lain, padahal SD-SMP kita tetanggaan, dia kenal beberapa teman-teman SD-SMP ku (beberapa bahkan tetangga-an 'tinggal-ngesot' sama dia), dia sangat tau seluk-beluk SMA ku (karena kakak, dan kedua adiknya juga sekolah di tempat yang sama denganku, bahkan sahabatnya juga), dan nggak cuma itu, dia juga punya ex di tempat kuliahku (okay, let's face it). Dan yaa, kita jadi salah satu 'korban' universe's jokes.
Mungkin, bagi yang kenal aku dengan baik, pasti kaget. Gara-gara aku kok secara mendadak dan mengejutkan tiba-tiba bisa suka sama 'cowok'. Wait, i'm not lesbian. I'm fully straight. And I do like boys. Tapi, kalo udah berurusan sama 'hati', nggak tau kenapa, aku bisa jadi takut setengah mati. Kalo udah takut begini, boro-boro melanjutkan hubungan, yang ada aku malah kabur. Beberapa orang bilang aku suka mempermainkan perasaan orang.
Tapi bukan. Aku justru mempermainkan perasaanku sendiri. Dan aku juga benci itu.
Ekstrimnya, bahkan salah satu senior paskibraku dengan berlebihannya menanggapi keputusanku kali ini untuk getting closer with this-new-guy dengan kata-kata, "Wahh hebat juga si R**, pake pelet apa dia kok bisa bikin kamu tiba-tiba berani sama cowok?" Sialan.
Aku juga nggak tau kenapa bisa begini. Kenapa bisa jadi seperti sekarang. Kenapa bisa 'sedalem' ini dalam tempo yang 'sesingkat' ini. And guess what, semuanya tuh awalnya pake feeling. Semuanya. Heboh. Dan justru aku jadi takut kenapa aku nggak takut. Bagi yang bertanya-tanya gimana awal ketemunya, I can't explain. Pasti banyak prejudice, dan aku nggak mau kalo itu menyangkut dia. Kalo aku doang sih nggak apa-apa. Udah biasa.
Let me explain how I feel.
Kadang aku sedih banget kalo dia lagi marahin aku, tapi sekaligus seneng dan takut. Senengnya karena ada yang perhatian, sedihnya karena aku bikin dia marah, takutnya karena omongan dia yang marah jadi omongan terakhir yang paling ku ingat tentang dia. (Karena kita jauh, kadang aku takut ada apa-apa. Dan ketika terjadi apa-apa, aku nggak mau banget ingatan terakhirku tentang dia adalah pada saat dia marah sama aku)
Kalo ngeliat bulan di atas sana. Aku jadi suka mikir yang aneh-aneh, tapi takut disuruh keramas, jadi aku nggak pernah ngomong ini ke dia. Biar kita jauh, anehnya, bulan di langit yang kita lihat tuh bentuknya sama, cahayanya sama, gedenya sama. Hal ini bikin aku merinding sekaligus mikir, how close we are.
Aku nggak pernah nuntut apa-apa dari dia. He's far from perfection, and neither do I. Dan aku justru sangat suka ketidak-sempurnaannya itu. Padahal pengalamanku yang dulu-dulu, aku selalu melihat kekurangan orang-orang yang mendekatiku. Dan hal itu yang bikin aku jadi nggak pernah dewasa. Padahal kalo dipikir-pikir, dia yang terjauh, tapi beneran nggak pernah ada kata-kata 'seharusnya..'
Dan aku gampang ilfil. Dilarang dikit, ilfil. Dimarahin dikit, nggak terima. Di-agresif-in dikit, ngibrit. Digombalin dikit, jijay (dan ngibrit juga kemudian). Macem-macemlah. And he did it all. Dan aku nggak ilfil. Beneran pake pelet nih, hihi..
Dan dia bener-bener jahat. Karena udah bikin aku addicted. He's my real heroine. Haha, keramas!
Oia, keramas itu kata-kata yang kita pake kalo konteksnya gombal. Gombal lalu kita plesetan jadi gimbal. Makanya biar nggak gimbal, keramas dulu.. Hehe.
Aku nggak tau kenapa jadi ngomongin ini. Nggak tau juga tujuan nulis ini untuk apa. Jadi lebih baik diakhiri sebelum makin gimbal kayak penyanyi reggae. Haha!
Today's Soundtrack: So Close - Alan Menken (ost. Enchanted)
Fave Part:
So close to reaching
That famous happy and
Almost believing
This one's not pretend
Now you're beside me
And look how far we've come
So far
We are
So close...
Oh, how could I face the faceless days
If I should lose you now?
... So close, and still
So far (harusnya dibalik nih. So far and still so close.. lohh..lohh.. haha)
Chao,
Ney