Kritik Darah Garuda (yang belum nonton jangan baca)

Dear Connor Allyn, dan Yadi Sugandi,
I watched Merah Putih II: Darah Garuda with my boyfriend yesterday, and we have comments for it and hope both of you read this. Karena jujur, kita berdua penikmat film perang, dan pengen banget kita sendiri (Indonesia) juga punya film perang yang OKE. So, here it is:
  • Yang pertama, setuju berat deh film ini 'niat'. Latar oke beratt, couldn't agree more. The explotions were WOW-ing. Tapi, ada satu hal yang sangat sangat nggak real, dan ini sering terjadi di film ini. Nggak tau sih waktu perang aslinya kayak gini juga atau nggak, atau memang luput dari perhatian. Tapi, sering sekali ketika ada kontak dengan pihak Belanda, kalian menempatkan tentara republik kita di tempat terbuka tanpa perlindungan, yang nggak mungkin dilakukan apalagi tanpa tertembak. Duh, please banget deh ini, ganggu bangget.
  • Yang kedua, efek darah, pencabutan lidah, Dayan's thingy, dan sadisme lainnya OKE berat! Nggak kayak film action Indonesia lain yang efeknya udah bagus, fighting sequence oke, tapi darahnya warna pink. Zzz! Great job! But, ekspresinya errr... I don't know how to say it. Kurang greget dikiiiittt lagi. Apalagi pas bagian Kapt. Amir tertembak di bahu, dan dia dalam duduk bersimpuh mau sujud, dan sedang dibidik oleh Belanda, sebelum akhirnya diselamatkan Dayan. Waktu kamera close-up ke Kapt. Amir, seketika wajahnya bersih dan sumringah. Waktu Kapt. Amir ngomong merdeka, juga masih flat, Marius, dan Major van Gaartner juga. Please please direct them more, we want some dirty jobs more. We want some tears from the boys tapi jangan lebay yaa, cukup yang berkaca-kaca ajaa.
  • Yang ketiga, alur sih overall oke, ada beberapa scene sedih yang dapet banget juga. Kayak adegan Lastri, Dayan, dan Lastri-Dayan. Kayaknya sih memang scenes ini dibuat sedemikian rupa supaya bikin penonton sedih, ya? Tapi malah justru menimbulkan kesan lain yang entah kalian sadari atau tidak. Setelah Lastri diperkosa, Kapt. Amir dan kawan-kawan seakan tidak peduli dengan perasaan perempuan dengan menahan-nahan Lastri hanya untuk agar si Belanda bisa diberdayakan, padahal Lastri pun dilecehkan pada saat itu. And I was like "Dammit, you could punch him or something, guys, untuk membela Lastri." Tapi mungkin memang Lastri memang sengaja dibuat untuk kecewa. Yang kedua, Dayan The Silence Warrior (asik!). Kesian bangettttt yaaaa diaa, setelah melakukan penyelamatan atas rekan-rekannya, dia malah justru selalu berakhir ditinggal. Nggak setia kawan banget, tapi emang judulnya bukan "Band of Brothers" juga kali yaa... But you know what, hal-hal macam itu seharusnya sih tidak ditunjukkan pada film yang mestinya menumbuhkan patriotisme. Oh I hate Capt. Amir so much! He should be wise and flawless as a leader and a hero-figure. Hidup Dayan! And I love how you all guys put Senja in the forces. So Mulan. Hahaha
  • Yang keempat, PLEASE PLEASE PLEEEASEEE make the third collosal one. Duh please banget deh yang ini. This is MERAH PUTIH, ini perang kemerdekaan bukan individual. Meskipun kalian memang menekankan pada individual di kompinya si Amir, tapi ini perang kemerdekaan. At least, we want some MASSIVE scopes. Fighting sequencenya juga massive yaah, pake koreografer juga deeh (Psst, koreografer di salah satu local fighting movie bagus juga loh, comot aja, siapa tau dia bisa menangani yang pake senjata juga hehehe).. And pleeeasseeee, kalo emang kolosal, jangan sampe akting-akting figurannya berlebihan yayayaa... Penonton ngeliat looh...
Duh duh, semoga kalian nggak sengaja nge-googling diri sendiri terus menemukan blog ini deh ya. Beneran banget ini mah. Karena konsep filmnya pada dasarnya udah baguss, tapi kurang sedikiiiitttt lagi. Sarana film kan juga bisa jadi alat pemersatu bangsa, seperti kasus Rambo untuk rakyat Amerika.


Ney

0 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...