Iron Man (and Woman)
Today, I met one of my bestfriend. I just forgot when was the last time I got a chance to talk with him again, I mean a real talk. And it really refreshing, though he didn't have any solutions :P, but sometimes you just wanna be listened. That's all.Sebenernya, sahabat cowokku ada dua. They've always been my best man, and still now, even one of them had become my lover. :)
Pokoknya, nggak ada masalah yang tidak bisa untuk tidak diceritakan. Semuanya kayak ember bocor. Kayaknya mereka udah bosen banget kali ya, denger ceritaku. Tapi anehnya salah satu dari mereka malah mau sama aku, instead of 'ilang-feeling' hihihi.
Akhirnya kami malah ngobrol ngalor-ngidul yang ujung-ujungnya sampai kepada 'keluarga' yang membesarkan kita hingga menjadi seperti sekarang (emang sekarang kayak apa ya? Hehehe)
Sebut saja dia, si Goyang Gurita (GG). Hahahaha...
Ternyata dari obrolan kami hari ini, kami baru menyadari pola pikir kami hampir sama. Dan kami berdua pun sepakat, pola pikir ini mungkin kami dapat dari tempaan 'keluarga' kami yang selama tiga tahun membesarkan kami. Selama tiga tahun itu pula, akhirnya kami mendapat pelajaran yang sangat berharga.
- Melihat masalah dari dua sisi
- Jangan pernah mengeluh
- Bagaimana caranya menyelesaikan masalah tanpa masalah (kok kayak iklan ya?).
Kami menertawakan mereka yang berada di posisi kami dulu, menertawakan keadaan bahwa kami dulu pun sama. Bahkan mereka sekarang jauh lebih baik daripada kami dulu.
Lebih mandiri. Itu lebih tepatnya.
Mungkin memang karena zamannya yang sudah berubah.
Kami pun menertawakan hidup kami yang dulu penuh drama, and we're actually lived in there. Dan mungkin karena itu pula, akhirnya sekarang kami hanya mau hidup yang simpel-simpel aja. No drama involved.
Tidak seperti pendahulu kami yang memiliki perbendaharaan kata yang complicated, aku merasa sangat sangat dangkal dibandingkan mereka. Ternyata si GG juga merasakannya. Maybe that's why I don't wanna be part of 'whatever-they-called-their-name', bukan karena tidak peduli, tapi mungkin karena beda visi dan beda cara. Maybe that's why.
But don't even dare to think that I hate them. I love them. So much!
I just thought am I valueable enough to give someone something valueable?
Intinya: Nggak selamanya yang berbeda itu harus diperdebatkan, even sometimes they gave me such an enlightment. They gave me new perspective.
Satu hal lagi yang saya ingat dari percakapan kami tentang sesuatu hal di luar hal yang kami diskusikan barusan:
Ney: Ah, enak banget, Co, jalan hidupnya. Kayaknya gampang banget! Nggak kayak kita, REM to the PONG!
GG: Yea, right. Lihat aja sekarang dia gimana. It leads nowhere, Ney.
Ah memang, besi yang ditempa itu jalannya nggak pernah mudah. Panas. Sakit. Dipukul-pukul. Kehilangan arah. Sebelum akhirnya kuat dan tidak bisa dibengkokkan. Lalu pertanyaannya, apakah waktu tiga tahun sudah cukup membuat kami kuat dan tidak bisa dibengkokkan? :)
Ney.
------------------------------------
Update (21/7):
Tambahan dari GG dari tweetnya buatku, "Satu pelajaran yang kurang. Hidup itu pilihan!"
Walaupun kadang aku masih ragu, apa benar kita memilih atau 'dipilihkan', tapi setidaknya kita 'dibuat seakan-akan memilih' pilihan tersebut.
Ah, rahasia Illahi. :)
0 comments:
Post a Comment